Senin, 11 Oktober 2010

Kekerasan Bukan Kegemaran Orang Batak

BERITA politik paling heboh pekan ini tentulah unjuk rasa keras yang berlangsung brutal di katedral politik Sumatera Utara yang berujung pada tewasnya Abdul Aziz Angkat, ketua DPRD provinsi yang berpenduduk multietnik itu.

Tak bisa lain, satu kesan sisa yang menonjol adalah: Batak itu memang keras. Di milis Forum Pembaca Kompas – yang beranggota hampir sepuluh ribu itu – seorang warganya menulis begini, “Sebagai orang yang dibesarkan di kota Medan, saya merasa malu. Apalagi kejadian pilu ini terkait dengan pembentukan Provinsi Tapanuli. Saya sangat malu sebagai suku Batak!”

Orang Batak memang jadi terdakwa dalam insiden ini, apa boleh buat. Namun tidak banyak orang tahu, sang korban sebenarnya adalah juga orang Batak, berasal dari rumpun sub-etnik Pakpak. Marga-marga Pakpak seperti Angkat, Bintang, Gajah, Padang, Sinamo, Tumanggor, dan masih banyak lagi, hampir tidak dikenal sebagai marga-marga Batak seperti yang telah tenar lebih dulu dari rumpun Batak lain seperti Sitorus, Sihombing, Sembiring, Pohan, Panggabean, Panjaitan, Silalahi, Siregar, atau Saragih.

Perlu segera ditegaskan, kekerasan bukanlah kegemaran khusus orang Batak, dan bukan pula ciri khasnya. Semua kaum, suku, dan bangsa pernah melakukannya: di Jawa Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, dan Papua, bahkan di semua penjuru benua dan pelosok dunia, seperti di istana raja-raja Persia, kaisar-kaisar Romawi, prabu-prabu Singosari – ingat misalnya hikayat keris Mpu Gandring – dan sultan-sultan Mataram kuno. Barangkali cuma di benua Antartika tak ada aksi kekerasan. Dan itu jelas karena manusia apalagi keraton tidak ada di sana.

Jalan Kekerasan Tetap Digemari

KEKERASAN sebagai metode mewujudkan kehendak telah dipraktikkan manusia sejak purbakala dengan sokongan ilmu dan teknologi zamannya. Meski dewasa ini kekerasan dianggap sebagai sangat buruk, dan karena itu harus dijauhi, sebab jika tidak akan dicela dan dihakimi keras oleh masyarakat beradab, tetapi nyatanya kekerasan memang membawa nikmat bagi pelakunya. Juga, jalan kekerasan terlihat sangat praktis, instan dan ekonomis, serta membawa hasil besar secara efektif. Tidak heran Brutus melakukannya terhadap Caesar di Roma, Ken Arok terhadap Tunggul Ametung di Tumapel, dan Suharto di Aceh, Papua, dan Buru. Amerika pun melakukannya di Iran, Irak, dan Afganistan; Israel di Gaza, Tepi Barat, dan Libanon; dan pekan ini pendukung bakal Provinsi Tapanuli di kantor DPRD Sumatera Utara. Bisa diduga, kita masih akan terus menyaksikan aksi-aksi kekerasan di berbagai panggung kehidupan, dari skala kecil sampai kolosal, oleh aktor-aktor individual maupun satuan-satuan resmi nasional.

Persaingan adalah mulanya, konflik kepentingan adalah arenanya, dan perwujudan niat menguasai adalah cita-cita ultimatnya. Sudah niscaya selalu ada pihak yang tersisih, kalah, terluka, hilang atau mati. Tetapi korban-korban itu selalu dianggap wajar belaka, memang sudah seharusnya demikian, dan karenanya baiklah diabaikan atau dilupakan begitu saja.

Pada saat yang sama, pihak pelaku kekerasan, apalagi jika hasilnya besar, selain memperoleh kenikmatan intrinsik yang hebat — perhatikan misalnya ekspresi puas wajah-wajah para pendemo saat berhasil menjebol gerbang, mengobrak-abrik ruang sidang, atau meninju wajah Aziz Angkat — oleh kaumnya akan dielu-elukan sebagai pahlawan, diberi legitimasi legal, dihadiahi berbagai privilese, serta dikukuhkan posisinya dalam panteon sosial mereka.

Saat di zaman mutakhir ini, meminjam istilah Thomas L. Friedman, dunia sudah semakin datar – ketika peristiwa-peristiwa kekerasan bisa ditonton lalu diskusikan lewat televisi layar datar – maka kita pun meniru dan mempelajari kekerasan itu, tidak saja caranya dan tekniknya, tetapi juga nafsunya dan motivasinya, sekaligus dan serentak. Demikianlah etos kekerasan merambah makin luas dan berakar makin dalam di seluruh dunia. Tinggal menunggu momen ledak yang pas. Disederhanakan, kira-kira begitulah keterangan Rene Girard, sejarawan dan filsuf kondang kelahiran Avignon, Prancis, tentang situasi dan dinamika kekerasan dewasa ini dalam sejarah kontemporer kita.

Pancaroba Demokrasi

DEMOKRASI sebagai sebagai suatu sistem, prinsip, proses dan prosedur sesungguhnya tidaklah asing bagi orang Batak sejak zaman pra-kolonial. Bahkan di zaman Orde Baru yang sistem politik nasionalnya tidak demokratis, di tingkat adatnya orang Batak tetap saja bergaya demokratis. Tatkala kesempatan membentuk Provinsi Tapanuli terbuka lebar sedekade lalu bersamaan dengan tumbangnya Orde Baru, antusiasme besar segera saja melanda sebagian elit dan warga eks karesidenan Tapanuli zaman Belanda.

Tetapi warga wilayah itu ternyata sudah banyak berubah: semakin kompleks, semakin sadar kelompok, dan semakin berbeda kepentingan maupun orientasi politiknya. Ditambah dengan belum matangnya demokrasi republik beserta semua perangkat pendukungnya di musim pancaroba era reformasi ini, provinsi yang didamba-dambakan itu tidak juga terbentuk sesudah menghabiskan begitu banyak waktu, tenaga, dan ongkos, akhirnya melahirkan rasa frustrasi yang berujung pada amuk massa. Itulah yang terjadi hari Selasa lalu di Medan.

Namun ini tetap tak bisa diterima, demokrasi yang diniatkan sebagai sistem untuk lebih mengadabkan perilaku negara dan warganya, hanya bisa terwujud melalui jalan hukum yang tegas. Ya, hukum harus ditegakkan! Siapapun yang melanggar atau mengabaikan hukum Selasa lalu harus diproses secara hukum pula.

Hati Rinto Membuka Jalan Damai

KETIKA di tahun 80-an film laga seri Rambo mencuat terkenal yang berkoinsidensi dengan populernya lagu-lagu karangan Rinto Harahap, entah dari mana asalnya, muncullah ungkapan kocak, tampang Rambo hati Rinto, untuk menggambarkan dualitas karakter orang Batak. Tampang dan suara orang Batak yang tegas dan keras itu biasa terlihat di terminal bis, metromini, kantor-kantor, termasuk gereja-gereja, tetapi di situ juga mereka tarik suara, memetik gitar, dan melantunkan kor.

Tapi dualitas semacam ini pun bukanlah monopoli orang Batak. Semua orang juga begitu: bisa keras bahkan sanggup membunuh secara sadis jika terdesak namun juga memiliki sisi yang lembut, penuh cinta, romantisme, dan puisi. Guru-guru dan ajaran-ajaran kebajikan seperti yang berasal dari Siddharta Gautama, Isa Almasih, Jalaluddin Rumi hingga Mahatma Gandhi, Bunda Teresa, dan Nelson Mandela yang telah mewarnai berbagai peradaban dan kebudayaan sejak dulu kala, juga mempengaruhi masyarakat Batak. Ini jelas tampak dalam keseniannya, tembang-tembang maupun sastranya, serta relasi-relasi interpersonalnya.

Jika berkonflik, sama seperti kelompok masyarakat lain, orang Batak juga mempunyai strategi budaya, perangkat adat, dan instrumen sosial tersendiri untuk menyelesaikannya. Yang terkenal misalnya sistem Dalihan Natolu dengan panduan sehimpunan kaidah canggih semisal ‘menjaga padi di ladang tanpa bandringan’ atau ‘menggembalakan kerbau di padang tanpa pecut’. Namun keberhasilan strategi dan aplikasi perangkat dan instrumen di atas pada akhirnya sangat tergantung pada kualitas pribadi warganya, efektivitas birokrasi organisasi-organisasinya, serta integritas prosedur dan mekanisme operasionalnya.

Kini, pasca anarki Medan, saat semua perangkat di atas diragukan keandalannya, warga Batak sebaiknya kembali berpaling kepada watak terhalusnya, mengakses kalbu terbaiknya, dan mengizinkan hati cantik itu – hati Rinto – kembali tampil mengalun dengan tembang merdu berjudul Jalan Penuh Damai Menunggumu. Horas bah. Njuah-njuah banta karina.

Telkom dan Microsoft Luncurkan Layanan Cloud Computing Bersama

IMG_9125-4

PT Microsoft Indonesia dan PT Telekomunikasi Indonesia mengumumkan kemitraan kedua belah pihak untuk mempercepat penetrasi teknologi bagi bisnis di Indonesia. Mereka bersama-sama meluncurkan Cloud Computing Solution. Kemitraan ini merupakan upaya untuk memberdayakan masa depan bisnis Indonesia, dimana Telkom menyediakan teknologi Microsoft berbasis Cloud Computing kepada pelanggannya yang tersebar di seluruh Indonesia.

Potensi pangsa pasar di Indonesia untuk mengadopsi solusi teknologi berbasis Cloud Computing sangat potensial. Hal ini terlihat dari keberadaan mitra-mitra andal yang memberikan layanan ini dapat menjadi pendorong bagi tumbuhnya layanan berbasis Cloud Computing sebagai layanan TI terkini. Potensi bisnis dan industri di Indonesia agar dapat menjadi lebih kompetitif pun bukan impian lagi. Infrastruktur TI berkelas tinggi tersedia dengan pembiayaan yang terencana dan setiap usaha dapat menargetkan tingkat produktifitas mereka.

Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2009, jumlah UKM di Indonesia saat ini lebih dari 520.000 unit usaha dan jumlah bidang usaha berkelas enterprise telah mencapai 6.800. Hal ini merupakan potensi tumbuhnya perekonomian TI berbasis Cloud hingga 3 kali lipat dalam kurun waktu 2 tahun ke depan (IDC 2008). Solusi cloud computing dianggap dapat menjadi jawaban bila dilihat dari tingkat persaingan usaha yang ketat saat ini, dimana bidang usaha dituntut untuk menekan modal usaha, biaya operasional, sumber daya manusia, biaya produksi, dan lebih fokus pada pertumbuhan pendapatan, serta ekspansi usahanya.

Forrester sebuah firma riset dalam laporan tahun 2008 mengenai proyeksi pertumbuhan penetrasi Virtualize Server, menyebutkan bahwa di masa depan diperkirakan layanan TI terbesar akan datang dari cloud. Saat ini memang implementasinya masih kurang dari 8%. Melalui Cloud Computing, aplikasi, sistem operasi, dan piranti lunak lainnya didapat secara online. Layanan berbasis Cloud Computing dapat membuat perusahaaan secara cepat dan mudah meningkatkan kapasitas penyimpanan karena didapat secara virtual. Layanan ini juga menawarkan model bisnis ”utility computing” dimana pelanggan hanya membayar fasilitas yang digunakan, sama halnya seperti berlangganan listrik. Analis Industri memprediksikan peningkatan tajam adopsi Cloud Computing. Menurut IDC, belanja TI berbasis Cloud Computing secara global akan tumbuh mencapai tiga kali lipat dalam tiga tahun mendatang dan akan mencapai nilai US$ 42 miliar di tahun 2010.

Telkom sebagai pemimpin penyedia solusi TIME (Telecommunication, Information, Media & Edutainment) terkemuka di Indonesia bersama Microsoft penyedia solusi TI global bekerjasama untuk membangun layanan berbasis Cloud Computing yang terpercaya, dengan backbone yang menjangkau seluruh industri.

IMG_9122-3

Emilio Umeoka, President Microsoft APAC, yang turut hadir dalam acara ini mengungkapkan bahwa Transformasi TI di tingkat global maupun Asia Pasifik telah mengarah pada solusi Cloud. Indonesia memiliki potensi peluang pasar sangat besar untuk mengadopsinya. “Kemitraan ini akan mampu memberikan solusi yang komprehensif bagi bisnis dan industri serta pada saat yang bersamaan memberikan percepatan dalam membawa Indonesia pada era teknologi cloud computing,” kata Umeoka.

Kerjasama Telkom dan Microsoft juga melibatkan mitra lokal sebagai implementornya, yaitu PT Infinys System Indonesia (Infinys). Berdiri sejak tahun 2006, Infinys merupakan perusahaan Teknologi Informasi yang bergerak pada bidang Cloud Computing. Infinys juga merupakan Microsoft Gold Partner dengan spesialisasi Hosting Solution (Solusi Hosting) yang telah menawarkan layanan Hosted Exchange server sejak 2007. Kini Infinys merupakan salah satu pemain besar di bisnis Cloud Computing di Indonesia yang memfokuskan diri pada platform Microsoft dengan produk-produk seperti Hosted Exchange Server 2010, Hosted Office Communication Server dan Virtual Private server dengan Windows Server 2008 sebagai sistem operasinya.

Nokia Siemens Network Siapkan Mobile TV di Indonesia

Nokia-Siemens Networks (NSN) Indonesia melakukan kerjasama strategis bersama Global Mediacom untuk memberikan layanan penyiaran Mobile TV yang diklaim pertama di Indonesia. Kerjasama iDVB-H ini juga dianggap yang terbesar pernah ditandatangani oleh NSN di dunia. Kerjasama ini termasuk implementasi solusi keseluruhan penyiaran dan jaringan serta aplikasi bisnis yang relevan. NSN juga akan bekerjasama dengan Nokia dalam kegiatan pemasaran dan ketersediaan handset mobile TV.

“Kolaborasi dengan NSN Indonesia merupakan tonggak sejarah yang penting dalam usaha kami menuju bidang media integrasi yang menyatukan penyiaran, hiburan, dan telekomunikasi. Kami percaya dapat memberikan produk yang akan memberikan pengalaman multimedia bergerak kepada konsumen,“ kata Hary Tanoesoedibjo, Global Mediacom Group President & CEO .

“Mobile TV yang didukung oleh teknologi DVB-H akan memberikan sebuah produk yang benar-benar terfokus pada konsumen dan dapat diakses dimanapun dan kapanpun. Di waktu dekat, pelanggan kami akan dapat menonton berita terkini, Olimpiade, berpartisipasi dalam acara TV interaktif, dan juga dapat menonton serial TV favorit mereka dimanapun dan kapanpun langsung dari alat bergerak mereka. Hal ini akan membawa pelanggan kami menjadi lebih dekat dengan informasi dan hiburan terkini,“ kata Agus Mulyanto, Ph. D, CEO Broadcast Mobile TV Business.

Global Mediacom dan NSN Indonesia akan meluncurkan pelayanan mobile TV pertama untuk area Jabodetabek di paruh pertama 2008.